Apakah Masih Ada Kebebasan Berekspresi di Negeri Ini? Ini 4 Rekomendasi Buku untuk Jawab Pertanyaan Anda

- 30 Juni 2021, 09:15 WIB
Ilustrasi Buku/Apakah Masih Ada Kebebasan Berekspresi di Negeri Ini? Ini 4 Rekomendasi Buku untuk Jawab Pertanyaan Anda
Ilustrasi Buku/Apakah Masih Ada Kebebasan Berekspresi di Negeri Ini? Ini 4 Rekomendasi Buku untuk Jawab Pertanyaan Anda /pixabay

MANTRA PANDEGLANG - Kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi serta gagasan dalam bentuk apapun dengan cara apapun.

Ini termasuk ekspresi yang dikeluarkan secara lisan, tercetak maupun melalui materi audio visual, serta ekspresi budaya, artistik maupun politik.

Hak ini juga berhubungan dengan kebebasan berserikat, yaitu hak membentuk dan bergabung dengan kelompok, perkumpulan, serikat pekerja, atau partai politik pilihanmu, serta kebebasan berkumpul secara damai, seperti ikut demonstrasi damai atau pertemuan publik.

Baca Juga: Biografi Imam Malik Pendiri Mazhab Maliki

Baca Juga: Berikut Persyaratan dan Ketentuan Umum yang Harus Anda Ketahui Sebelum Daftar PPPK Non Guru

Kebebasan berekspresi juga mendukung hak asasi manusia lainnya seperti hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama.

Dilansir mantrapandeglang.com dari postingan di akun Instagram @berdikaribook pada Rabu 30 Juni 2021, empat rekomendasi buku bacaan serta sinopsisnya.

1. Suara Rakyat Suara Tuhan

Adagium Vox Populi Vox Dei, sangat sering diucapkan oleh para politisi maupun pakar hukum kita di negeri ini.

Gerakan reformasi tahun 1998 yang diprakarsai para mahasiswa menandai runtuhnya belenggu rezim otoriter Orde Baru selama hampir 32 tahun berkuasa.

Walaupun ‘people power’ di negeri tetangga Filipina lebih dahsyat gaungnya, namun Gerakan mahasiswa di Indonesia tidak kalah taktis dengan strategis mengepung gedung DPR RI berhari-hari.

Dan ini dianggap merupakan representasi dari ‘moral force’ yang menyuarakan ‘suara rakyat’ berupa tuntutan agar rezim yang berkuasa turun dari singgasana kekuasaan.

Tuntutan inilah yang menyebabkan lengsernya penguasa Orde baru Presiden soeharto secara elegan melalui testimony ala “Surat perintah 11 maret”.

Baca Juga: Akhirnya Gintama Final Movie Akan Memanjakan Penggemar di Amerika Utara

Baca Juga: Kurs Dollar Hari Ini, Rabu 30 Juni 2021 : Kurs Beli, Kurs Jual, Kurs Tengah Serta Informasi Kurs Transaksi BI

2. Patriotisme Negara, Dan Anarkisme

Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara.

Patriotisme berasal dari kata “patriot” dan “isme” yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau “heroism” dan “patriotism” dalam bahasa Inggris.Pengorbanan tersebut bisa berupa harta benda maupun jiwa raga.

anarkisme adalah istilah yang ambigu, sama seperti anarkisme itu sendiri.

Para ahli kesulitan untuk mendefinisikan apa yang dimaksud anarkisme dan sejarahnya.

Ada berbagai pandangan tentang hal ini, mulai dari anarkisme menjadi gerakan yang jelas pada abad ke-19 dan ke-20, sementara lainnya mengidentifikasikan sifat-sifat anarkis jauh sebelum peradaban pertama ada.

3. Negara Dan Revolusi

Telah diketahui benar bahwa dalam musim gugur tahun 1870, beberapa bulan sebelum Komune.

Marx memperingatkan kaum buruh Paris bahwa sesuatu daya upaya untuk menggulingkan pemerintah akan merupakan suatu kedunguan yang kalap.

Baca Juga: Biografi Imam Malik Pendiri Mazhab Maliki

Tetapi ketika dalam Maret 1871, suatu pertempuran yang menentukan telah dipaksakan pada kaum buruh dan mereka menerimanya, ketika pemberontakan telah menjadi suatu kenyataan.

Marx menyambut revolusi proletar itu antusiasme terhangat, biarpun ada beberapa pertanda yang tidak menguntungkan.

Marx tidak mengambil sikap yang kaku dan berlagak tahu segala berupa menyalahkan suatu gerakan yang "tidak pada waktunya" seperti yang diperbuat oleh penghianat Rusia yang terkenal keburukannya terhadap Marxisme.

Yaitu Plekhanov yang dalam November 1905 menulis secara begitu berani tentang perjuangan kaum buruh dan tani tetapi, sesudah Desember 1905, meratap, gaya orang liberal; "Seharusnya mereka tidak usah mengangkat senjata".

Bagaimanapun, Marx tidak sekadar antusias terhadap heroisme kaum Komunard yang, seperti dinyatakan olehnya, "menggempur Langit".

Meskipun gerakan revolusioner massa tidak mencapai tujuannya, Marx menganggap hal tersebut sebagai pengalaman sejarah yang mempunyai arti penting luar biasa, sebagai suatu kemajuan tertentu revolusi proletar dunia.

Sebagai suatu langkah praktis yang lebih penting daripada beratus-ratus program dan argumentasi.

Baca Juga: Bukan Jadi Sehat, 5 Konsumsi Buah dengan Cara yang Salah Bisa Timbulkan Penyakit?

Menganalisa pengalaman ini , menarik pelajaran-pelajaran taktis darinya, menyelidiki kembali teorinya sendiri dalam sorotan pengalaman tersebut --itulah tugas yang ditetapkan oleh Marx untuk dirinya sendiri.

Satu-satunya "koreksi" yang Marx pikir perlu diadakan dalam Manifesto Komunis, dibuat olehnya berlandaskan pada pengalaman revolusioner dari Komune Paris.

4. Suara Pers Suara Siapa

27 esai yang ditulis peneliti media Wisnu Prasetya Utomo dalam buku ini mengupas berbagai hal seputar media baik dari sisi pemberitaan, etika jurnalisme, maupun konteks ekonomi politik pers. Menggambarkan berbagai problem jurnalisme di Indonesia di era senjakala media cetak dan kehadiran media digital yang mengubah lanskap kajian media secara umum.***

Editor: Emis Suhendi


Tags

Terkait

Terkini