Tak Perlu Khawatir! Puasa Aman Dilakukan Selama Pandemi COVID-19

- 6 April 2021, 12:00 WIB
Ilustrasi Berbuka Puasa.
Ilustrasi Berbuka Puasa. /Freepik

MANTRA PANDEGLANG - Ramadhan sebentar lagi tiba, dan umat Islam akan menjalankan ibadah puasa sebagaimana mestinya. Namun masih timbul pertanyaan dikalangan masyarakat, amankah puasa disaat pandemi COVID-19 ini?

Pasalnya, seseorang membutuhkan banyak energi dalam memerangi infeksi, dan jika tidak makan dan minum dalam waktu lama akan menurunkan sistem kekebalan tubuh. Dan ini akan berlaku pada saat kita menjalankan puasa, yang mana selama lebih dua belas jam tidak ada asupan makanan dan minuman dalam tubuh.

Untuk menjawab hal itu, Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Global Health, Inggris mengungkapkan bahwa puasa aman dilakukan meski selama pandemi COVID-19.

Baca Juga: Abuya Uci Turtusi Meninggal Dunia Hari Ini, Yusuf Mansyur : Mohon Doanya Ya, Walahul Fatihah

Baca Juga: Jangan lewatkan Final UEFA Champions, Real Madrid vs Liverpool Hari Ini, Berikut Link Live Streamnya

Studi yang dipublikasikan pada Kamis (1/4) tersebut mengungkap setidaknya para warga muslim di Inggris tak ada yang mati karena infeksi virus corona, sebagaimana dilansir mantrapandeglang.com dari AntaraNwes.com pada Selasa, 6 April 2021.

Selama Ramadhan, yang berlangsung sekitar empat minggu, umat Islam di seluruh dunia pantang makan dan tidak minum apapun dari fajar hingga matahari terbenam.

Ada lebih dari tiga juta Muslim di Inggris, sekitar lima persen dari populasi, dan sebagian besar berasal dari Asia Selatan.

Banyak komunitas Muslim terkena dampak pandemi secara tidak proporsional, bersama dengan kelompok minoritas lainnya.

"Temuan kami menunjukkan bahwa praktik yang terkait dengan Ramadhan tidak memiliki efek merugikan pada kematian akibat COVID-19," kata laporan itu dikutip dari Aljazeera, Selasa.

Ada banyak komentar yang menunjukkan bahwa perilaku dan praktik budaya komunitas minoritas menjelaskan peningkatan keterpaparan mereka terhadap pandemi, mengacu pada saran dari beberapa komentator Inggris tahun lalu bahwa mungkin ada "lonjakan" infeksi selama Ramadhan.

"Klaim ini tidak berdasarkan bukti. Sebaliknya, mereka adalah gangguan yang tidak membantu dari ketidaksetaraan dalam faktor penentu sosial kesehatan, terutama ketidaksetaraan dalam kondisi hidup dan kerja, yang telah menjadi pendorong utama ketidaksetaraan kesehatan untuk semua kelompok yang kurang beruntung secara sosial sebelum dan juga selama pandemi COVID-19."

Baca Juga: Abuya Uci Turtusi Tutup Usia, Semua Umat Islam Berduka

Puasa tidak memiliki "efek merugikan". Laporan itu didasarkan pada analisis komparatif tingkat kematian COVID-19 selama Ramadhan tahun lalu, yang dimulai pada 23 April 2020, tak lama setelah gelombang pertama pandemi memuncak di Inggris.

Perayaan biasa dan shalat berjamaah di masjid dibatalkan selama bulan itu, sejalan dengan lockdown nasional.

Para peneliti menganalisis tingkat kematian di lebih dari selusin wilayah otoritas lokal di Inggris di mana populasi Muslim setidaknya 20 persen.

Mereka menemukan bahwa kematian terus menurun di daerah-daerah tersebut selama periode Ramadhan.

Lebih lanjut, tren ini berlanjut setelah Ramadhan menunjukkan bahwa tidak ada efek merugikan yang tertinggal dari puasa di wilayah Muslim.

Salman Waqar, yang ikut menulis penelitian tersebut, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa temuan tersebut menunjukkan bahwa Ramadhan tidak memiliki "efek merugikan" pada hasil COVID-19.

Baca Juga: Abuya Uci Turtusi Tutup Usia, Semua Umat Islam Berduka

Dia mengindikasikan bahwa data tersebut juga bertentangan dengan komentar dari beberapa politisi dan komentator lain bahwa "komunitas tertentu, khususnya, Muslim" bertanggung jawab atas peningkatan kasus tahun lalu.

Al Jazeera menghubungi Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial (DHSC) Inggris untuk mengomentari laporan tersebut.

Sebagai tanggapan, juru bicara pemerintah tidak menanggapi temuan laporan tersebut secara langsung tetapi malah mengatakan ada "bukti jelas bahwa COVID-19 telah berdampak secara tidak proporsional pada kelompok tertentu".***

Editor: Emis Suhendi


Tags

Terkait

Terkini