Network
MANTRA PANDEGLANG - Salah satu pakar primbon Jawa, Mbah Yadi mengungkap fakta hubungan Nyi Roro Kidul dan Bung Karno atau Soekarno.
Hal itu menyusul banyaknya interpretasi dan dugaan jika Presiden ke-1 RI itu memiliki hubungan khusus dengan sosok yang dikenal penguasa pantai Selatan.
Menurut Mbah Yadi, pada suatu kesempatan, Bung Karno seringkali berpidato masalah Kanjeng Ratu Roro Kidul.
Karena itulah disinyalir memang antara Bung Karno dengan Nyi Roro Kidul mempunyai hubungan yang khusus, ataupun mempunyai hubungan yang spesial.
Dikutip Mantrapandeglang dari YouTube ESA Production pada Rabu, 5 Januari 2022, Bung Karno pada beberapa kesempatan kegiatan kenegaraan, itu berkali-kali mengawali sambutannya dengan cerita tentang penguasa laut selatan.
Menurut Mbah Yadi, Bung Karno menyebut sosok Nyi Roro Kidul sebagai seorang Ratu yang cantik jelita sebagai penguasa Laut Selatan.
"Ratu Roro Kidul, ratu dari lautan Selatan ratu dari samudra yang dulu bernama Samudra Hindia tetapi kemudian kita ubah dengan nama samudra Indonesia saudara-saudara,".
Konon kata-kata tersebut diucapkan Bung Karno ketika berpidato di Istana Merdeka saat melantik RE Martadinata sebagai kepala staf angkatan laut Indonesia.
Nah, dari pidato semacam ini, ada indikasi dan mempunyai penafsiran-penafsiran yang berbeda, mulai dari orang yang intelektual sampai golongan biasa pun mempunyai interpretasi terhadap pidato beliau yang bermacam-macam.
Mbah Yadi melanjutkan, jika sejak zaman lampau, mulai zaman Mataram Islam ada tradisi yang menyatakan bahwa Raja hanyalah bisa menjadi raja yang besar dan kuat.
Pimpinan hanyalah bisa menjadi pemimpin yang kuat jika mereka beristrikan Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul.
Maka tidak heran bahwa banyak beredar cerita Bung Karno ini memang mempunyai hubungan yang khusus dengan sang ratu pantai selatan.
Salah satu indikasinya adalah dibangunnya Istana Presiden Republik Indonesia di bibir Pantai Citepus yang terletak di Palabuhanratu Sukabumi.
Bahkan tak jauh dari istana Presiden itu, dibangun pula hotel Samudra Beach Hotel dengan anggaran Rp 660 miliar, dan di kamar 308 di hotel itu disinyalir pertemuan antara Presiden Soekarno dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Jadi, penafsiran-penafsiran terhadap pidato-pidato beliau itu tadi memang sampai saat inipun masih menjadi polemik dan masih menjadi perdebatan.
Kemudian pada tanggal 23 September tahun 1963 ketika Musyawarah Nasional maritim, sang proklamator ini kembali membuka sambutan dengan menceritakan sosok Nyi Roro Kidul.
"Terserah mau percaya atau tidak itu bukan soal, tapi nyata bahwa ini berisi satu simbol kepercayaan, ini berisi satu simbolik bahwa tidak bisa seorang raja bahwa tidak bisa suatu negara di Indonesia ini menjadi kuat kalau tidak dia punya Raja Kawin beristrikan Ratu Roro Kidul," kata Mbah Yadi.
Menurut Mbah Yadi, ucapan itu salah satu pidato Bung Karno. Kemudian Bung Karno melanjutkan simbolik itu, ini berarti bahwa negara Indonesia hanyalah bisa menjadi negara kuat jika menguasai lautan, jika negara Indonesia ingin menjadi kuat sentosa, sejahtera, maka dia harus kawin dengan Ratu laut.
Bahwa bangsa Indonesia tidak bisa menjadi bangsa kuat, tidak bisa menjadi negara kuat jika tidak menguasai Samudra, jikalau tidak kembali menjadi bangsa maritim.
Hal lain yang juga menjadi perdebatan dan juga bisa dikatakan ini fakta sejarah atau juga bisa dikatakan ini adalah sebuah mitos adalah pernikahan antara Soekarno dengan penguasa laut selatan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul.
Menurut cerita hal tersebut pernah terjadi, terutama di kamar 308 di Samudra Beach Hotel yang sampai saat ini masih dikeramatkan.
Sementara itu, dalam buku yang diterbitkan pada tahun 2014 yang berjudul Dunia batin Dua Macan Asia, juga berisikan tentang pengalaman-pengalaman spiritual antara Bung Karno dan Pak Harto.
Jadi, itulah bukti-bukti bahwa terjadi hubungan yang khusus ataupun hubungan yang spesial antara Bung Karno sang proklamator Indonesia juga presiden pertama Republik Indonesia dengan penguasa laut selatan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul.
"Memang masalah ini sampai saat ini menjadi perdebatan, antara yang Profesor sampai rakyat biasa masih memperdebatkan masalah cerita maupun kisah antara Bung Karno dengan penguasa laut selatan ini," pungkas Mbah Yadi.***
