Menyeramkan! Begini Kisah Detik-detik Ayu dan Bima Meregang Nyawa KKN di Desa Penari Versi Widya

19 Mei 2022, 20:40 WIB
Widya dan Bima KKN di Desa Penari /Instagram.com/@adindathomas

MANTRA PANDEGLANG - Berikut kami berikan informasi mengenai kisah tentang detik-detik Ayu dan Bima meregang nyawa saat KKN di Desa Penari lengkap versi Widya

Sebagaimana diketahui, Peristiwa naas yang menimpa Ayu dan Bima yang terjadi pada cerita KKN di Desa Penari itu disaksikan oleh seluruh peserta KKN dan warga sekitar.

Bahkan detik-detik Ayu dan Bima meregang nyawa pun menjadi salah satu kejadian yang menegangkan di film horor KKN di Desa Penari.

Baca Juga: Saksikan Sinetron Cinta Setelah Cinta Episode 4 hanya di SCTV dan Trailer Cerita Full Episode

Bagaimana tidak, berdasarkan uraian cerita yang disebut SimpleMan, Ayu dan Bima diperlihatkan terkapar tak berdaya dengan keadaan mata terbuka dan mulut menganga.

Adapun sumber kisah tragedi mengerikan yang menimpa Ayu dan Bima dalam kisah KKN di Desa Penari tersebut, sang penulis menggambarkannya kedalam dua sudut pandang yang berbeda, yakni Nur dan Widya

Diantara kedua versi tersebut, versi widyalah yang disebut-sebut yang terseram dalam mengisahkan detik-detik dimana kedua temannya ini meregang nyawa.

Lantas bagaimana kisah KKN di Desa Penari versi Widya? Simak informasinya berikut yang dilansir mantrapandeglang.com dari laman akun Twitter @SimpleM81378523.

Baca Juga: Sinopsis Terbaru Cinta Setelah Cinta Episode 4 Tayang Hari ini dan Link TV Online SCTV

Seperti diketahui, sang penulis SimpleMan awalnya membuat sebuah utas tentang kisah enam orang mahasiswa yang melakukan KKN di Desa Penari.

Thread Twitter KKN di Desa Penari itu dibuatnya pada 24 Juni 2019 lalu dimana didalam cerita tersebut, penulis menggunakan sudut pandang Widya, seorang karakter sekaligus saksi mata di cerita tersebut.

"Malam ini, gw akan bercerita sebuah cerita dari seseorang, yang menurut gw spesial. kenapa? karena gw sedikit gak yakin bakal bisa menceritakan setiap detail apa yang beliau alami,

sebuah cerita tentang pengalaman beliau selama KKN, di sebuah desa penari." begitu cuitan awal SimpleMan memulai cerita.

Dirinya mengungkapkan, awalnya ia tak mendapatkan izin dari pemilik cerita asli KKN di Desa Penari ini untuk menceritakannya.

Baca Juga: Dua Link Streaming Gratis Nonton Sinetron Cinta Setelah Cinta Disini, Full HD dan Anti Lemot

Namun karena berbagai hal, akhirnya SimpleMan dapat menceritakannya lewat thread Twitter.

Hingga saat itu, banyak warganet yang berspekulasi terkait kejadian KKN di Desa Penari ini.

Di antaranya banyak yang mempercayai bahwa KKN di Desa Penari ini sungguh terjadi di sebuah desa di kawasan Banyuwangi Jawa Timur (inisial kota B)

"sebelum gw memulai semuanya. gw sedikit mau menyampaikan beberapa hal. Sebelumnya, penulis tidak mendapat ijin untuk memposting cerita ini dari yang empunya cerita,

karena beliau memiliki ketakutan sendiri pada beberapa hal, yang meliputi kampus, dan desa tempat KKN di adakan

tetapi, karena penulis berpikir bahwa cerita ini memiliki banyak pelajaran yang mungkin bisa dipetik terlepas dari pengalaman sang pemilik cerita,

akhirnya kami sepakat, bahwa, semua yang berhubungan dengan cerita ini, meliputi nama kampus, fakultas, Desa dan latar cerita, akan sangat di rahasiakan.

jadi buat teman-teman yang membaca cerita ini, yang mungkin tahu, atau merasa familiar dengan beberapa tempat yang meski di samarkan ini, di mohon, untuk diam saja, atau merahasiakan semuanya, karena ini sudah menjadi janji penulis dan pemilik cerita." cuitnya menambahkan.

Kisah dimulai enam orang mahasiswa di sebuah universitas yakni Nur, Widya, Ayu, Bima, Anton dan Wahyu yang melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di sebuah desa di pelosok hutan.

Nama desa itu adalah Desa Penari. Awalnya sang Kepala Desa yakni Pak Prabu menolak adanya KKN di kampung halamannya itu.

Namun karena desakan dari kakaknya Ayu yang merupakan kawan lama Pak Prabu, akhirnya mereka diizinkan untuk mengadakan program kerja di desa tersebut selama 6 minggu.

Jalan masuk ke dalam desa tersebut memang tidak terlalu jauh dari jalan besar, yakni sekitar 30 menit. Namun melalui hutan-hutan yang sangat lebat

Mobil tidak bisa masuk ke dalam Desa Penari, dan para peserta KKN diantar ke dalam menggunakan motor.

Sejak awal masuk desa tersebut, Nur merasakan hal yang tidak enak dan selalu merasa berat di bahunya.

Bahkan ketika pertama kali Pak Prabu mengantar mereka keliling desa, Ayu melihat sosok tinggi hitam berbulu yang disinyalir sebagai genderuwo di dekat sinden atau kamar mandi desa tersebut.

Sinden merupakan tempat mandi khusus bagi para penari desa tersebut. Namun sekarang tidak bisa digunakan karena airnya kering

Akhirnya mereka pun memutuskan untuk menjadi sinden tersebut sebagai proker (program kerja) kereka di  Desa Penari dengan berusaha mengalirkan air dari sungai ke kolam di sinden tersebut.

Di jalan, Widya mendengar suara gamelan di dalam hutan seperti ada orang hajatan, padahal tidak ada desa lain di dekat situ.

Teror demi teror pun dimulai sejak mereka masuk ke dalam perkampungan penuh misteri tersebut, mulai dari gelagat Ayu yang mencurigakan, hingga kepergoknya Ayu dan Bima yang telah melanggar pantangan di desa tersebut.

Hingga akhirnya Widya melihat sendiri bagaimana Ayu dan Bima meregang nyawa tepat saat dirinya berhasil kembali ke alam manusia.

Bahkan Widya pun sempat dibawa oleh lelembut pada ratu ular, Badarawuhi.

Berikut penggalan kisahnya;

ketika Widya melihat rumah penginapan mereka, Widya melihat banyak sekali orang berkumpul disana, dan saat mata mereka melihat Widya, semuanya hampir tercengang tidak habis pikir. seperti melihat hantu, lalu, terlihat dari dalam, pak Prabu keluar, wajahnya, mengeras melihat Widya

mata pak Prabu mendelik, melihat Widya. "tekan ndi ndok?" (darimana kamu nak) Widya tidak menjawab apa yang pak Prabu tanyakan, si ibuk juga menenangkan pak Prabu agar tenang, sembari menggiring Widya masuk ke rumah, Widya mendengar Nur menjerit, menangis, seperti kesetanan.

saat Widya masuk dan melihat apa yang terjadi, Widya melihat ruangan itu di penuhi orang yang duduk bersila, mereka mengelilingi 2 orang yang terbujur, tubuhnya di tutup selendang, di ikat dengan tali putih, menyerupai kafan, Wahyu dan Anto menatap kaget saat Widya masuk.

"Wid, tekan ndi awakmu?" (darimana kamu Wid?) ucap Nur yang langsung memeluk Widya. "onok opo iki Nur?" (ada Apa ini Nur) Nur menutup mulutnya, tidak tau harus memulai darimana, sampai Wahyu berdiri, "Ayu Wid, Nur lihat Ayu, tiba-tiba terbujur kaku, matanya tidak bisa di tutup"

Widya mendekati Ayu, di sampingnya ada Bima, ia terus menerus menendang-nendang dalam posisi terikat itu, layaknya seseorang yang terserang epilepsi, matanya kosong melihat langit-langit, mereka berdua terbaring tidak berdaya, sontak Widya ikut menjerit sebelum ada yg menenangkan

dari Pawon, mbah Buyut keluar, ia melihat Widya kemudian memanggilnya. "sini ndok, Mbah jek tas gawe kopi" (sini nak, si mbah baru saja selesai membuat kopi) mbah Buyut, duduk di kursi kayu yang ada di pawon, ia melihat Widya lama, kemudian mengatakanya. "Koncomu wes kelewatan"

"Pripun mbah?" (bagaimana mbah?) "yo opo rasane di kerubungi demit sa'alas?" (bagaimana rasanya di kelilingi makhluk halus satu hutan?) Mbah Buyut masih mengaduk kopinya, memandang Widya yang tampak mulai kembali kesadaranya, "nyoh, di ombe sek" (nih, di minum dulu)

Widya menyesap kopi dari mbah Buyut, tiba-tiba rasa pahit yang monohok membuat tenggorokan Widya seperti di cekik, membuat Widya memuntahkanya, begitu banyak muntahan air liur Widya yang keluar, ia melihat mbah Buyut yang tampak mengangguk. seperti memastikan.

"koncomu, ngelakoni larangan sing abot, larangan sing gak lumrah gawe menungso opo maneh bangsa demit" (temanmu, melakukan pantangan yang tidak bisa di terima manusia, apalagi bangsa halus) kata mbah Buyut sembari geleng kepala. "paham ndok" (paham nak) Widya mengangguk.

"Sinden sing di garap, iku ngunu, Sinden kembar, siji nang cidek kali, siji'ne nang enggon sing mok parani wingi bengi" (Sinden yang kamu kerjakan, itu kembar, satu di dekat sungai, satu yang kemarin malam kamu datangi) "eroh opo iku sinden?" (tahu kegunaan Sinden?)

"mboten mbah" (tidak tahu mbah) "Sinden ku, enggon adus'e poro penari sak durunge tampil. nah, Sinden sing cidek kali, gak popo di garap, tapi, sinden sing sijine, ra oleh di parani, opo maneh sampe di gawe kelon"

(Sinden itu tempat mandinya para penari sebelum tampil, nah, sinden yang di dekat sungai tidak apa-apa di kerjakan, tapi, sinden yang satunya, tidak boleh di datangi, apalagi di pakai kawin)

"Widya ngerti, sopo sing gok Sinden iku?" (Widya tahu siapa yang ada di sinden itu) Widya diam lama, sebelum mengatakanya. "Ular mbah" "nggih. betul" "sing mok delok iku, ulo-anak'e Bima karo" (yg kamu lihat itu, adalah anaknya Bima sama) "Ular itu mbah" mbah buyut mengangguk

"iku ngunu, mbah sing kecolongan, Widya mek di dadekno Awu awu, ben si mbah ngawasi Widya, tapi mbah salah, koncomu iku sing ket awal wes di incer karo" (itu, mbah yang kecolongan, Widya cuam di jadikan pengalih perhatian, biar si mbah ngawasi kamu, tapi mbah salah, dari awal,

yang di incar sama) mbah Buyut diam lama, seperti tidak mau menyebut nama makhluk itu. " "ngantos, yo nopo mbah, Ayu kale bima saget mbalik?" (lalu bagaimana mbah, apa Ayu sama Bima bisa kembali?) "isok isok" kata mbah Buyut, "sampe balak'e di angkat"

"balak'e di angkat mbah" (bencananya di angkat) kata Widya, bingung. "Bima ambek Ayu wes kelewatan, sak iki, kudu nanggung opo sing di lakoni" (Bima sama Ayu sudah kelewatan, sekarang, dia harus menanggung apa yang dia perbuat) "Ayu sak iki, kudu nari, keliling Alas iki)

Baca Juga: 4 Alasan Wajib Nonton Drama Korea Eve yang Jadi Comeback Seo Ye Ji

(Ayu sekarang harus menari mengelilingi Hutan ini) "sak angkule nari, sadalan-sadalan" (tampil, menari, di setiap jengkal tanah ini) "Bima mbah?" "Bima, yo kudu ngawini sing nduwe Sinden" (Bima ya harus mengawini yang punya Sinden) "Badarawuhi mbah" Mbah buyut kaget.

"oh ngunu" (oh begitu) "wes eroh jeneng'e" (sudah tahu namanya) "Badarawuhi, iku salah sijine sing jogo wilayah iki, tugas Badarawuhi iku nari, dadi bangsa lelembut iku yo seneng ndelok Badarawuhi iki nari, nah, sak iki, Ayu kudu nanggung tugas Badarawuhi nari"

(Badarawuhi itu salah satunya yang jaga di wilayah ini, tugasnya ya menari, jadi bangsa lelembut suka melihat tarian dari Badarawuhi, sekarang, Ayu harus menggantikanya) "Bima, kudu ngawini Badarawuhi, anak'e iku wujud'e ulo, sekali ngelahirno, isok lahir ewonan ulo"

(Bima harus mengawini Badarawuhi, anaknya itu berwujud ular, sekali melahirkan, bisa lahir ribuan ular) "salah kancamu, wes ngelakoni hal gendeng nang kunu, dadi kudu nanggung akibate" (salah temanmu sendiri, jadi sekarang mereka harus tanggung jawab)

"Badarawuhi iku ngunu ratune ulo, bangsa lelembut sing titisan aji sapto, balak'e ra isok di tolak opo maneh di mendalno, mene isuk, tak coba'e ngomong apik-apik'an, wedihku, koncomu ra isok balek orep2"

(Badarawuhi itu ratunya ular, bangsa lelembut yang sudah tak terbendung, kutukanya, gak bisa di tolak apalagi sampai di buang, besok pagi, biar tak coba ngomong baik-baik, takutnya, temanmu tidak bisa kembali hidup2)

lalu apa yang terjadi sama Ayu dan Bima? Pagi itu, serombongan mobil datang, mereka adalah keluarga sekaligus panitia KKN yang sudah mendengar semua ceritanya dari pak Prabu. Ayu masih terbaring, matanya melotot, namun tubuhnya masih seperti orang lumpuh. Bima, masih kejang2.

Bagaimana kisah selanjutnya?

Bagi pembaca yang penasaran dengan kisah asli KKN di Desa Penari, anda bisa membacanya di novel KKN di Desa Penari yang telah diterbitkan oleh penerbit Bukune atau dapat mengakses versi PDFnya melalui tautan

KLIK DI SINI

Adapun untuk cerita lengkap KKN di Desa Penari lengkap versi Widya berdasarkan Thread Twitter asli SimpleMan langsung dapat diakses dibawah ini.

Versi Widya KLIK DI SINI

Demikianlah kisah detik-detik Bima dan Ayu yang meregang nyawa saat KKN di Desa Penari versi Widya berdasarkan Thread Twitter SimpleMan.***

Editor: Ajeng R H

Sumber: Twitter @SimpleM81378523

Tags

Terkini

Terpopuler